Potongan hidup itu mengatakan hal yang berbeda, jauh dari apa yang ku bayangkan sebelumnya. Ternyata ia lebih rumit, tak terprediksi, tak terduga. Sepertinya memang itulah karakter hidup. Saat kejutan demi kejutan kita maknai sebagai kebaikan. Maka hanya kebahagiaan yang kita rasa.

Hidup ini sangat rumit, karenanya berpijak pada satu pegangan, menggantungkan diri pada Sang Pencipta adalah sebuah keniscayaan yang harus diambil untuk memperoleh kebahagiaan. Ah, padahal kebahagiaan itu sendiri adalah saat kita memang benar-benar dekat pada-Nya, pada Sang Pemula segalanya, pada temat kembali kita. Maka hidup ini tak lain adalah berjalan dalam bimbingan dan PetunjukNya, atau tak ada tempat sama sekali kecuali kesulitan.

Maka mengingat Allah menjadi hal yang harus dipilih dan dilakukan. Mengingat dalam arti sesungguhnya, memaknai, menghadirkan dalam segala kondisi, pemikiran. Itulah makna dzikrullah. Dan bukankah hanya dengan itu hidup menjadi lebih tenang, hati menjadi tenteram.

Pada kondisi kerumitan itu, kita melihat diri kita memiliki sesuatu, atau beberapa, yang diberikan. Yang telah ada pada diri kita. Apa gunanya? Apa fungsinya? itu yang seharusnya kita gali, inilah makna menggali potensi diri. Kemudian mengembangkannya. Untuk suatu tujuan yang juga berakar pada Sang Pemula Segala dan tempat kembali selamanya, yaitu ibadah kepada Allah.

Maka memang sudah keharusan bahwa kita harus menggantungkan segala sesuatunya pada Sang Maha Pemilik Segala. Dan sudah seharusnya kita memiliki sesuatu dalam hidup, yang diberi, yang menjadi bawaan, ini bisa terus kita kembangkan untuk melakukan proses memberi. Diberi kemudian memberi, ah pantaskah kita menginginkan semua dalah hidup ini? Sangat picik…

Lebih baik memberi, karena tidak ada yang akan kita bawa pulang kecuali apa yang sudah kita berikan. Makna hidup adalah mebcari sebanyak-banyaknya hal yang bisa kita berikan untuk mendapatkan ridho Allah. Mencari terus perhatiaanNya, dengan amal-amal, dengan perbuatan, bukan dengan meratapi diri dan berangan-angan. Mari kita songsong hari esok. Ah, betapa indahnya kalimat ini. Selamat Datang 1432 Hijriyah.