Kurang lebih empunya blog sudah mengalami 2 periode banjir tahunan yakni awal Januari 2013 dan Januari 2014 ini di Jakarta. Jika tahun lalu banjir cukup besar, tahun ini lebih besar. Lokasi kerja berada dekat dengan area langganan tahunan banjir, jadi bagaimana situasi banjir, bagaimana pengungsi banjir dapat tergambarkan dengan jelas. Terutama sebagian pekerja dari perusahaan kami ada yang sebagian kerendam mes-nya.
Mari sobat blogger kita sebagai seorang pemimpin, solusi apa ya yang bisa diambil untuk mengatasi banjir tersebut ? Oh ya Banjir ini terjadi karena ada kiriman dari air dari puncak Bogor. Banjir juga terjadi di Manado yang sangat parah dan terakhir di Semarang juga. Pikir punya pikir empunya blog punya beberapa buah pikir yang akan ditulis disini :
Bermula dari cuaca yang cenderung turun hujan dalam intensitas tinggi, kalau dari pengalaman jatuhnya dibulan desember, awal januari, februari (CMIIW ato data akuratnya bisa lihat dari data record badan meteorologi dan geofisika). Hujan turun dan air hujan jatuh pada suatu area, bolehlah kita sebut area itu dengan catchmen area. Catchmen area tersebut yang menerima air hujan, air diresapkan ketanah sebagian dialirkan ketitik terendah, biasanya sungai.
Lha terus apakah tidak boleh ada pembangunan ? tentu saja boleh. Namun yang perlu dipikirkan dilakukan adalah membuat suatu sistem yang dapat menggati fungsi resapan akibat pembangunan yang dilakukan tadi memasang sumur resapan, biopori.
Biopori prinsipnya sederhana, lubangi saja tanah disekitar rumah dengan diameter 10 cm kedalaman 80 cm, namun karena lubang harus hati-hati, sebaiknya atapnya ditutup dengan grill besi atau pakai kawat ayam. Yang kedua menggunakan sumur resapan, memang perlu duit sih kalau mau buat sumur resapan, akan cukup memberatkan bagi orang rumahan, namun peraturan daerah telah dibuat aturan untuk menentukan syarat pemasangan sumur resapan.
Terus yang gak kalah penting adalah sampah, sampah plastik terutama. Gak tahu gimana lagi cara ngurangin sampah ini, tapi saran saya sebaiknya pas ke indomaret, alfamart, atau Circle-K, bawa tas sendiri aja dari rumah, jangan mau dikasih plastik sama embaknya. Kembali lagi ke banjir, sampah yang ikut terbuang ke sungai membuat sungai yang luas penampangnya semula dari 15 menjadi 8 (anggap aja ya), sungai menjadi dangkal, kalau dangkal pas air membludak larinya ke rumah disekitar.
Untuk mengembalikan ukuran penampang sungai harus dilakukan pengerukan sungai (normalisasi sungai), teorinya mah gampang, namum pas prakteknya sangat sulit, bagaimana excavator bisa mengeruk sungai jika disepanjang sungai ada rumah kan nggak bisa lewat, terus kalaupun dipaksakan excavator tetap mengeruk, limbahnya mau dibuang kemana orang disekitarnya rumah, buat jalan excavator masuk saja sudah susah. Berarti harus ditertipkan dulu rumah disekitar bantaran sungai. Kemudian normalisasi bisa jalan. Terus bagaimana cara merelokasi orang disekitar bantaran? mari cak kita pikir bareng – Normalisasi tetap harus dilakukan.
Bagaimana dengan sudetan, sudet dilakukan untuk memecah tampungan air dari suatu sungai, misal nih yang lagi hangat dibicarakan yaitu ciliwung mau disudet ke cisadane. Bagus sih mengurangi beban (asal tanpa ada catatan), namun bagaimana kalau ada catatan, catatan tersebut antara lain : kalau daerah di cisadane resapannya kurang, kondisi sungai mendangkal karena sampah, malah-malah akan menimbulkan banjir di area cisadane. Menurut saya normalisasi adalah cara rasional selain menambah area resapan.
Sepertinya perkara banjir sekarang sudah merupakan tanggung jawab kita semua Kang. Dan benar, bahwa setiap indivu perlu melakukan tindakan secar mandiri dengan membuat pori-pori di sekitar tempat tinggalnya dengan cara yang sampean jelaskan di i atas. Sepertinya saya juga pernah melihat tayangan entah dimana, ada gerakan membuat pori-pori tanah untuk resapan
Setuju pak
wah harus dicari solusinya ya mas agar banjir yang melanda negeri tercinta ini bisa reda. 🙂
Selain solusi juga upaya preventif
Harus dilakukan upaya apapun itu, nantinya akan terlihat berhasil atau gagalnya. Banyak sekali komentar2 yang miring padahal program belum dijalankan, alhasil yang ada adalah wacana dan perdebatan tak berkesudahan
Setuju pak, jangan hanya wacana
sepertinya pekara banjir gak bakalan habis kalau lahan tanah semakin tipis oleh semen dan aspal… Semoga saja kita bersama pemerintah dapat mencari solusi terbaik kedepannya. 🙂
Semoga mas, karena itu harapan kita semua
Bingung juga sebenarnya, mungkin akan lebih bekerja jika manusianya dulu yang dirubah. 🙂
Betul setuju, masalah habbit
hamdalah saya belum pernah dampak banjir (bismillah, semoga daerah kami selalu aman)
kalau di China—kata teman saya—-, membangun kota tuh ada aturannya. jadi hanya sekian persen wilayah boleh dibangun untuk pemukiman, sisanya harus dibiarkan sebagai lahan hijau, baik hutan lindung maupun pertanian (untuk peresapan). makanya pemukiman warga bukan melebar ke samping (menutupi area resapan) tapi meninggi ke atas (apartemen)
salam
Ya seharusnya memang tegas mempertahankan lahan hijau kota, tidak boleh dikutak katik dengan alasan apapun, atau upeti berapapun
jika curah hujan yang menyebabkan terjadinya banjir,kita tidak bisa berbuat apa-apa karena semua itu kuasa dariNYA, kita hanya bisa mencegahnya dengan menerapkan kesadaran pada diri sendiri untuk tidak melanggar hal-hal kecil yang akan berakibat pada musibah banjir
Sepakat, semua dimulai dari diri sendiri